Oleh: Agus Hiplunudin
Gemasiber80news.com, LEBAK – Tepatnya 20 Februari 2025 digelar pelantikan kepala daerah yakni gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota se-Indonesia, sebanyak 481 daerah, yang dilantik oleh Presiden, Prabowo Subianto dan itu berarti 961 termasuk wakilnya, digelar di Istana Presiden, Jakarta.
Tentu saja hal ini menjadi harapan baru bagi masyarakat di seluruh provinsi serta kabupaten/kota yang ada di Indonesia dari Sabang hingga Meraoke. Harapan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dilantik akan membawa daerah yang dipimpinnya kearah yang lebih baik atau lebih maju, dari mulai harapan majunya pembangunan dan meluasnya lapangan keja hingga menciptakan pemerintahan yang bersih dan anti korupsi.
Begitu pula dengan penulis sebagai salah satu warga Banten, memiliki harapan baru pada gubernur dan wakil gubernur Banten terpilih periode 2025-2030 yaitu Andra Soni dan Dimyati Natakusumah.
Harapan itu khusunya dibidang tata kelola pemerintah yang baik dan bebas dari korupsi. Penulis seringkali mengamati gagasan-gagasan politik yang dibangun khusunya oleh Andra Soni ketika sedang berkampanye ke beberapa daerah.
Adapun gagasan tersebut diantaranya Andra Soni sadar betul bahwa pendidikan sangatlah penting demi kemajuan masyarakat dan daerahnya, sehingga Andra Soni memiliki jargon kampanye yakni “Pendidikan Gratis”.
Berdasarkan data statistik, pendidikan Provinsi Banten, Sejak 2019 hingga 2024, tingkat kepemilikan ijazah pendidikan tinggi di Banten meningkat dari 6% menjadi 8% sementara rata-rata lama pendidikan masyarakat Banten 9,23 tahun, artinya warga Banten rata-rata hanya lulusan SMP atau Sekolah Menengah Pertama.
Sudah tentu hal ini merupakan salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan gubernur terpilih, paling tidak warga Banten rata-rata lama pendidikannya 12 tahun atau setara dengan lulusan SMA (Sekolah Menengah Pertama).
Jargon kampanye “Pendidikan Gratis” tentu saja akan dipantau dan dievaluasi khusunya oleh masyarakat Banten, apakah program tersebut direalisasikan atau hanya janji politik belaka, seperti halnya para politisi dengan konsep Machiavellianisme, demi berkuasa mereka membohongi rakyatnya.
Adapun bagi penulis harapannya sosok Andra Soni bukanlah sosok politisi jenis Machiavellianisme itu. Namun, sosok politisi seperti halnya Sultan Ageng Tirtayasa, seorang penguasa Banten yang memperhatikan perkembangan masyarakatnya sesuai dengan konteks Banten di masa itu.
Berikutnya hal yang menarik untuk diulas dalam tulisan ini, Andra Soni, dalam janji politiknya sering mengkampanyekan bahwa dia akan membawa pemerintahan Banten ke pemerintahan yang bersih atau terbebas dari korupsi.
Penulis mengamati saat pelantikan, Andra Soni menolak memakai pakaian dinas dari pemerintah karena ia pandang bahwa dirinya belum berhak memakai pakaian dinas tersebut karena belum dilantik, karenanya ia membuat pakaian sendiri saat pelantikan dengan biaya pribadi. Ia juga menolak memakai mobil dinas saat pelantikan serta menolak membeli mobil dinas baru karena mobil dinas gubernur sebelumnya pun masih bagus dan layak pakai.
Bagi penulis ini merupakan potret Andra Soni yang nampaknya konsisten akan membawa pemerintahan Banten yang bebas korupsi. Sebagaimana publik ketahui bahwa Gubernur sebelumnya yakni Djoko Munandar Gubernur Banten pertama periode 2002–2005 tersandung kasus korupsi, begitu pula dengan Ratu Atut Chosiyah mantan gubernur Banten, ia pun diberhentikan jabatannya, tahun 2014 karena kasus korupsi.
Dengan demikian lengkap sudah bahwa sejarah pemerintahan modern provinsi Banten diwarnai oleh kasus korupsi.
Ini merupakan tantangan bagi Andra Soni, apakah dirinya mampu merealisasikan kampanye politiknya yang anti korupsi tersebut, dan juga mengubah image pemerintahan provinsi Banten yang korup menjadi pemerintahan yang bersih, bebas korupsi.
Kembali pada konsep politik ala Machiavellianisme bahwa bagi seorang penguasa boleh saja menggunakan kekuasaannya secara tidak bermoral (termasuk korup atau korupsi), asalkan kekuasaan dapat berjalan dengan efektif dan mampu membangun kepercayaan warga negara.
Sekali lagi penulis berharap sosok Andra Soni bukanlah sosok penguasa ala Machiavellianisme tersebut. Namun, sosok penguasa model Ratu Adil dimana kekuasaan digunakan untuk merealisasikan keadilan dan pemerintahan yang bermoral termasuk anti korupsi.
Demikian tulisan pendek ini penulis dedikasikan bagi masyarakat Banten dan tentu saja penulis berharap menjadi salah satu instrumen pengingat bagi pasangan gubernur dan wakil Gubernur Banten periode 2025-2030, Andra Soni dan Dimyati Natakusumah.
Agus Hiplunudin. Penulis adalah dosen di STIA Banten, sekaligus penulis buku Etika Administrasi Negara, Kajian Moral Penyelenggaraan Pemerintahan dan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, diterbitkan oleh penerbit Andi, Yogyakarta, pada tahun 2021. *(Uzex)